Thursday, December 12, 2013

Santai, itu sudah takdir...

Beberapa orang bilang kalau saya hidup tanpa tujuan, hidup tanpa keinginan.
Sebenarnya ada betulnya dan ada tidak betulnya.

Saya pernah membaca beberapa cerita yang intinya berkata bahwa kadang kita harus menerima segala sesuatu dengan lapang dada.  Kadang memaksakan sesuatu itu malah menjadi keburukan atau kemalangan bagi kita.  Itu inti ceritanya.

Kalau dibilang saya percaya Tuhan (atau takdir), saya percaya.  Karena Tuhan Maha Tahu, Dia pasti tahu yang terbaik buat saya, Dia tahu yang saya butuhkan dan yang saya inginkan.  Mungkin dengan diizinkannya beberapa kejadian buruk dalam hidup saya, saya akan mampu belajar dan menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Dulu sebelum masuk kuliah, saya sama sekali tidak memiliki keinginan untuk masuk ke suatu fakultas.  Kenapa?  Karena saya tidak memiliki bayangan sama sekali.  Satu-satunya yang saya inginkan waktu itu adalah sekolah musik.  Tapi orangtua tidak mengizinkan.
Orangtua tahu yang terbaik buat saya, mereka lebih berpengalaman dan mereka mengetahui saya lebih baik daripada orang lain selain saya mengetahui diri saya sendiri (walaupun kadang saya tidak mengetahui bagaimana saya ini sebenarnya).
Dengan memberikan penjelasan, berbagai alasan yang masuk akal, akhirnya saya memutuskan untuk menuruti nasihat orangtua saya.

Saya pun menjalankan tes di sebuah perguruan tinggi, tes yang diadakan hari Minggu terakhir di bulan Januari.  Sesudah saya menjalani tes, saya merasa tidak yakin semua jawaban yang saya berikan adalah benar, maka saya mulai berpikir untuk mencoba masuk ke tempat lain walaupun hasil tes belum keluar.
Orangtua saya memberikan saran untuk saya menunggu hasil tes keluar terlebih dahulu sebelum membeli formulir pendaftaran masuk ke perguruan tinggi lain, akhirnya saya batal membeli formulir di hari terakhir penjualan dan pengembalian formulir; di hari yang sama dengan pengumuman hasil tes.

Teman-teman saya yang datang langsung ke perguruan tinggi itu mencoba mencarikan apakah saya berhasil masuk atau tidak.  Ternyata mereka tidak dapat menemukan nama saya di papan pengumuman.
"Ah, berarti memang saya tidak seharusnya masuk perguruan ini..", pikir saya ketika saya mendapat pesan singkat dari teman saya.  Saya ingat saya baru saja bangun tidur malam itu.  Saya pun segera memberitahukan bahwa saya tidak berhasil kepada orangtua saya, orangtua saya tidak percaya bahwa saya tidak berhasil masuk dan menyuruh saya untuk mengecek lebih lanjut online.
Sekali mencoba, ternyata memang nama saya tidak terpampang di sana.  Saya pun dari awal sudah menerima keadaan saya bahwa saya tidak masuk.  Ayah saya bersikeras menyuruh saya mencoba lagi beberapa kali dengan memasukkan identitas yang berbeda.  Ternyata setelah beberapa kali akhirnya saya menemukan nomor ujian saya, berikut nama saya.  Ternyata nama saya yang terdaftar hanyalah nama depan saja sehingga teman saya pun tidak dapat menemukannya di papan pengumuman.  Namun setelah dikonfirmasi lebih lanjut, ternyata saya berhasil masuk ke kampus itu.

Dari kejadian di atas saya menyadari bahwa saya ini orangnya tidak mau berjuang, memang saya akan berusaha selalu memberikan yang terbaik yang saya punya pada saat itu, namun saya akan berhenti ketika penilaian sudah dilakukan.  Dan memang itu yang sering saya lakukan.

Kejadian kedua adalah ketika saya harus kehilangan beberapa orang karena kesalahan saya sendiri.  Pada saat itu saya terlalu polos dan mengikuti begitu saja saran orang-orang yang saya percaya.  Hasilnya saya kehilangan orang yang mungkin pada saat itu adalah orang yang paling penting buat saya selain keluarga saya.  Harus saya akui, untuk berpisah dengan orang tersebut sampai saat ini saya terkadang masih merasa menyesal.  Tapi pada akhirnya saya pun ikut bersyukur karena selalu ada yang bisa saya pelajari dalam setiap permasalahan walaupun sampai sekarang masih ada penyesalan dan tetap akan selalu ada.
Teman-teman, semua orang yang kita kenal, bahkan keluarga kita sendiri tidak akan selalu ada dalam kehidupan kita.  Pasti ada saatnya bagi mereka untuk pergi dari kehidupan kita, baik itu karena kematian, ataupun perpisahan.
Itu adalah hal yang saya pelajari dari kejadian tersebut sehingga sekarang membuat saya ragu untuk menetapkan batas yang jelas ketika ada orang-orang di sekitar saya yang membuat saya tidak nyaman.  Setiap orang diizinkan hadir di sekitar saya untuk membuat saya menjadi manusia yang lebih baik.
Besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya.
Sekarang saya berpikir jauh lebih dewasa dari sebelumnya, setidaknya saya belajar untuk merelakan kepergian orang-orang yang pernah memberikan kesan baik dalam hidup saya.  Dan walaupun dahulu saya membuat kesalahan dengan "membuang" orang-orang yang berarti dalam hidup saya secara kasar, kini saya juga mulai berusaha belajar untuk bisa membangun hubungan sosial yang lebih sehat.
Saya bersalah karena memperlakukan orang tersebut seperti barang dengan membuatnya jauh dari kehidupan saya, merasa saya lebih benar dan dia yang salah.

Sekarang saya masih tetap orang yang pemalas.  Ibaratnya saya ingin mendapatkan nilai yang baik dalam ujian, namun malas untuk belajar.  Tapi walaupun saya malas untuk belajar, saya tidak mau menyontek karena ujian memang ditujukan untuk menguji diri sendiri.
Begitu juga dalam hidup, memang saya memiliki beberapa keinginan, namun kadang keinginan itu hanyalah keinginan.  Saya tidak berusaha untuk mengejar cita-cita saya secara jelas karena memang saya sendiri belum mengerti apa yang sebenarnya saya inginkan.  Kadang saya terlihat menjadi orang yang terlalu santai, walaupun memang benar.  
Saya berpikir bahwa setiap manusia lahir untuk sebuah tujuan, sebuah misi yang tidak dapat dijalankan orang lain kecuali kita sendiri.  Nah, pencarian misi itu tidak saya lakukan dengan baik.  Saya hanya menunggu Tuhan untuk membukakan jalan, memberi tahu saya secara jelas apa yang harus saya lakukan.  Sehingga segala sesuatu yang menimpa saya, akan saya terima karena saya berpikir bahwa itu sudah rencanaNya, sudah takdir kata orang.  Walaupun mungkin seharusnya saya berjuang untuk mendapatkan yang saya inginkan.

Sebenarnya banyak orang bilang kalau saya mau tahu apa yang saya harus lakukan, saya harus mendekatkan diri pada Sang Pencipta dan menemukan komunitas yang membantu saya untuk bertumbuh.  Tapi ya sekali lagi, saya merasa belum siap dan belum waktunya.

Memang bukan contoh yang baik untuk ditiru ya..

No comments:

Post a Comment